Skip to main content

KONSEP TRIAS POLITIKA



Konsep Trias Politica, berasal dari bahasa Yunani yang artinya Politik Tiga Serangkai. Menurut Montesquieu, ajaran Trias Politica dikatakan bahwa dalam tiap pemerintahan negara harus ada 3 (tiga) jenis kekuasaan yang tidak dapat dipegang oleh satu tangan saja, melainkan harus masing- masing kekuasaan itu terpisah.


Pada pokoknya ajaran Trias Politica isinya tiap pemerintahan negara harus ada 3 (tiga) jenis kekuasaan yaitu Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif, sebagai berikut:


a) Kekuasaan Legislatif (Legislative Power)


Kekuasaan Legislatif (Legislative Power) adalah kekuasaan membuat undang-undang. Kekuasaan untuk membuat undang-undang harus terletah dalam suatu badan khusus untuk itu. Jika penyusunan undang-undang tidak diletakkan pada suatu badan tertentu , maka akan mungkin tiap golongan atau tiap orang mengadakan undang-undang untuk kepentingannya sendiri. Suatu negara yang menamakan diri sebagai negara demokrasi yang peraturan perundangan harus berdasarkan kedaulatan rakyat, maka badan perwakilan rakyat yang harus dianggap sebagai badan yang mempunyai kekuasaan tertinggi untuk menyusun undang-undang dan dinamakan “Legislatif”. Legislatif adalah yang terpenting sekali dalam susunan kenegaraan karena undang-undang adalah ibarat tiang yang menegakkan hidup perumahan Negara dan sebagai alat yang menjadi pedoman hidup bagi bermasyarakat dan bernegara. Sebagaibadan pembentuk undang- undang, maka Legislatif itu hanyalah berhak untuk mengadakan undang- undang saja, tidak boleh melaksanakannya. Untuk menjalankan undang-undang itu haruslah diserahkan kepada suatu badan lain. Kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang adalah “Eksekutif”.

b) Kekuasaan Eksekutif (Executive Power) 


Kekuasaan “Eksekutif” adalah kekuasaan untuk melaksanakan undang- undang. Kekuasaan melaksanakan undang-undang dipegang oleh Kepala Negara. Kepala Negara tentu tidak dapat dengan sendirinya menjalankan segala undang-undang ini. Oleh karena itu, kekuasaan dari kepala Negara dilimpahkan (didelegasikan) kepada pejabat-pejabat pemerintah/Negara yang bersama-sama merupakan suatu badan pelaksana undang-undang (Badan Eksekutif). Badan inilah yang berkewajiban menjalankan kekuasaan Eksekutif.


c) Kekuasaan Yudikatif atau Kekuasaan Kehakiman (Yudicative Powers)


Kekuasaan Yudikatif atau Kekuasaan Kehakiman (Yudicative Powers adalah kekuasaan yang berkewajiban mempertahankan undang-undang dan berhak memberikan peradilan kepada rakyatnya. Badan Yudikatif adalah yang berkuasa memutus perkara, menjatuhkan hukuman terhadap setiap pelanggaran undang-undang yang telah diadakan dan dijalankan. Walaupun pada hakim itu biasanya diangkat oleh Kepala Negara (Eksekutif) tetapi mereka mempunyai kedudukan yang istimewa dan mempunyai hak tersendiri, karena hakim tidak diperintah oleh Kepala Negara yang mengangkatnya, bahkan hakim adalah badan yang berhak menghukum Kepala Negara, jika Kepala Negara melanggarnya.


Di bawah ini adalah penerapan konsep Trias Politika dalam system pemerintahan republic Indonesia berdasarkan Undang- Undang Dasar Tahun 1945:


A. Sebelum Amandemen


Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa lembaga negara atau lembaga pemerintah dalam sistem pemerintahan republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Sebelum Amandemen ada 6 (enam) yaitu : MPR, DPR, Presiden, DPA, BPK, dan MA.


Lembaga-lembaga tersebut memegang kekuasaan negara masing- masing. Berdasarkan ajaran Trias Politica yang membagi kekuasaan negara menjadi 3 (tiga) yaitu Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif, maka dari ke 6 (enam) yaitu : MPR, DPR, Presiden, DPA, BPK, dan MA apakah itu termasuk di dalamnya.


1) Kekuasaan Legislatif (Legislative Power)


Kekuasaan Legislatif, adalah pembuat undang-undang. Legislatif di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebelum amandemen adalah terdiri dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

MPR berdasarkan Pasal 3 Undang- Undang Dasar Tahun 1945 sebelum amandemen, bertugas menetapkan Undang Undang Dasar, sedangkan DPR dalam Pasal 20, 21, 22, bertugas menyetujui, memajukan rancangan undang-undang, dan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. 


2) Kekuasaan Eksekutif (Executive Power)


Kekuasaan Eksekutif (Executive Power) adalah kekuasaan menlaksanakan undang-undang. Kekuasaan Eksekutif di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebelum amandemen adalah Presiden. Berdasarkan Undang- Undang Dasar Tahun 1945 sebelum amandemen, Presiden memegang kekuasaan pemerintahan (Pasal 4), memegang kekuasaan atas AD, AL, dan AU (Pasal 10), menyatakan perang (Pasal 11), menyatakan keadaan bahaya (Pasal 12), mengangkat dan menerima duta dan konsul (Pasal 13), member grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi (Pasal 14), dan member gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan (Pasal 15).



3) Kekuasaan Yudikatif


Kekuasaan Yudikatif atau Kekuasaan Kehakiman (Yudicative Powers) adalah kekuasaan kekuasaan yang berkewajiban mempertahankan undang-undang dan berhak memberikan peradilan kepada rakyatnya. Badan Yudikatif adalah yang berkuasa memutus perkara, menjatuhkan hukuman terhadap setiap pelanggaran undang-undang yang telah diadakan dan dijalankan. Di Indonesia berdasarkan Pasal 24 Undang- Undang Dasar Tahun 1945 sebelum amandemen adalah MA.


4) Kekuasaan Konsultatif


Kekuasaan Konsultatif adalah kekuasaan yang memberikan nasehat dan pertimbangan kepada Eksekutif selaku pelaksana undang-undang. Di Indonesia berdasarkan Pasal 16 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebelum amandemen adalah DPA


5) Kekuasaan Eksaminatif


Kekuasaan Eksaminatif adalah kekuasaan terhadap pemeriksaan keuangan negara. Di Indonesia berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebelum amandemen adalah BPK.


B. Sesudah Amandemen


Sedangakan lembaga negara atau lembaga pemerintah dalam sistem pemerintahan republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Sesudah Amandemen ada 7 (tujuh) yaitu: MPR, DPR, DPD, Presiden, BPK, MA dan MK. Lembaga-lembaga tersebut memegang kekuasaan negara masing- masing. Berdasarkan ajaran Trias Politica yang membagi kekuasaan negara menjadi 3 (tiga) yaitu Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif, maka dari ke 7 (tujuh) yaitu : MPR, DPR, DPD, Presiden, BPK, MA dan MK.


1) Kekuasaan Legislatif (Legislative power)


Kekuasaan Legislatif, adalah pembuat undang-undang. Legislatif di Indonesia berdasarkan Undang- Undang Dasar Tahun 1945 sesudah amandemen adalah terdiri dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Dasar hukum ketiga lembaga ini sudah diuraikan di muka.


2) Kekuasaan Eksekutif (Executive Power)


Kekuasaan Eksekutif (Executive Power) adalah kekuasaan menlaksanakan undang-undang. Kekuasaan Eksekutif di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sesudah amandemen adalah Presiden. Dasar hukum mengenai presiden ini sudah diuraikan di muka.


3) Kekuasaan Yudikatif 


Kekuasaan Yudikatif adalah kekuasaan kekuasaan yang berkewajiban mempertahankan undang-undang dan berhak memberikan peradilan kepada rakyatnya. Badan Yudikatif adalah yang berkuasa memutus perkara, menjatuhkan hukuman terhadap setiap pelanggaran undang-undang yang telah diadakan dan dijalankan. Yudikatif di Indonesia berdasarkan Pasal 24 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebelum amandemen adalah MA dan MK.


4) Kekuasaan Eksaminatif


Kekuasaan Eksaminatif adalah kekuasaan terhadap pemeriksaan keuangan negara. Kekuasaan Eksaminatif di Indonesia berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sesudah amandemen adalah BPK.


PENJELASAN


Lembaga lembaga eksekutif dipimpin oleh kepala pemerintahan dan kabinetnya dalam melaksanakan undang-undang. Lembaga-lembaga ini menjalankan fungsi-fungsi administratif, diplomatik, militer yudikatif, dan legislatif. Kemudian, lembaga-lembaga legislatif adalah lembaga yang berfungsi mengawasi kepala pemerintahan dari tindakan yang sewenang-wenang. Sesuai namanya, lembaga ini juga menjalankan fungsinya untuk membuat hukum. Terakhir adalah lembaga-lembaga Yudikatif, yang berfungsi untuk mengawasi seluruh lembaga kepemerintahan dengan hukum yang berlaku.


Perjalanan penerapan Trias Politika di Indonesia dapat ditarik dari masa Kolonialisme Hindia-Belanda. Penerapan Trias Politika di Hindia Belanda baru dilaksanakan beberapa dekade setelah penerapan politik etis. Badan Eksekutif, Gubernur-Jendral, sudah ada sejak masa VOC dan bertindak sebagai administrator, legislator, dan penegakan hukum. Sementara badan legislatif Volksraad baru ada pada tahun 1918 sebagai lembaga penasihat pemerintah, sebelum menjadi lembaga ko-legislatif (karena gubernur jendral juga memiliki fungsi legislasi) pada tahun 1927. Sedangkan lembaga Hoogerechtshoof adalah lembaga pengadilan tinggi yang memiliki wilayah yurisdiksi sejak masa VOC bersama dengan Gubernur-Jendral.


Dalam prakteknya, pembagian kekuasaan ini belum sekompleks era reformasi setelah tahun 1998. Seorang Gubernur Jendral memimpin pemerintahan kolonial, panglima tertinggi KNIL (Kroninlijk Nederlands Indisch Leger) dan menjadi penjelmaan raja atau ratu belanda. Kemudian Hoogerechtshoof atau Pengadilan Tinggi, yang berkedudukan di Batavia (Jakarta), adalah lembaga yang menjalankan fungsi yudikatif bagi seluruh wilayah kolonial. Dan lembaga terakhir adalah Volksraad atau “Dewan Rakyat” sebagai lembaga ko-legislatif di Hindia Belanda bersama dengan posisi Gubernur Jendral. 


Setelah kemerdekaan Indonesia di tahun 1945, penerapan Trias Politika telah mengalami berbagai penyesuaian agar bisa diterapkan sebagai bentuk pembagian kekuasaan dalam negara ini. Perumusan pembagian kekuasaan pernah mengalami perubahan-perubahan pada awal masa kemerdekaan Indonesia, yang kemudian diwarnai dengan kehadiran partai-partai di dalam DPR. Indonesia juga pernah mengalami masa demokrasi semu yang menitikberatkan kekuasaan hanya pada eksekutif. Banyak sekali perubahan yang telah terjadi dalam sistem pembagian kekuasaan dari tahun 1945 hingga masa pasca-reformasi 1998.


Pada awal mula masa kemerdekaan, Indonesia masih menghadapi pergolakan eksternal dari Belanda dan internal dari wilayah-wilayah di Indonesia. Bentuk pembagian kekuasaan pun berubah-ubah, dari negara yang Republik Indonesia Serikat yang mengadopsi sistem persemakmuran Inggris, kemudian menjadi demokrasi terpimpin, dan politik nasional yang dikuasai oleh beberapa golongan. Pada awal masa kemerdekaan Indonesia, fungsi eksekutif dilaksanakan oleh presiden dan menteri (dan pernah oleh perdana menteri), legislatif dilaksanakan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat dan Dewan Pertimbangan Agung yang sempat menjadi DPR dan Senat Republik Indonesia Serikat, serta yudikatif dilaksanakan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia. Hingga pada tahun 1959, konstitusi Indonesia dikembalikan pada UUD 1945.


Dari tahun 1959 hingga 1966, Indonesia mengalami krisis pembagian kekuasaan yang terjadi pada pergantian-pergantian menteri dalam kabinet, dan pembubaran-pembentukan DPR. Dalam rentan waktu ini, iklim politik di Indonesia juga naik turun seiring hadirnya Partai Komunis Indonesia dan kedekatannya dengan Sukarno. Pengaplikasian Trias Politika pada jangka waktu ini tidak sepenuhnya berjalan sebagaimana fungsinya. 


Kemudian pada masa Orde Baru (1966-1988), lembaga-lembaga negara yang memiliki fungsi asli sebagai lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif sudah ada dan secara kelembagaan telah berdiri. Lembaga-lembaga tersebut adalah: Eksekutif: Presiden dan Kabinet; Legislatif: MPR (posisinya di atas presiden), DPA, dan DPR; Yudikatif: Mahkamah Agung. Tapi, pada pelaksanaannya, kekuasaan sangat dititikberatkan pada eksekutif, dan sebagian legislatif yang dikuasai ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) dan Partai Golongan Karya.


Setelah mundurnya Suharto pada tahun 1998, Indonesia mengalami reformasi dan redefinisi pembagian kekuasaan dalam pemerintahan melalui berbagai amandemen UUD 1945 serta undang-undang pendukungnya tentang lembaga pemerintahan. Pengaplikasian Trias Politika di Indonesia saat ini dibagi ke dalam Eksekutif (Presiden dan Kabinet), Legislatif (MPR, DPR, DPD), dan Yudikatif (MA, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial). Selain itu, Indonesia memiliki lembaga pengawas keuangan yaitu BPK yang sudah ada semenjak zaman Indonesia merdeka.


Eksekutif: Presiden dan Kabinet

Presiden, wakil presiden, dan para menteri menjalankan fungsi eksekutif dalam pemerintahan Indonesia. Hal ini diatur dalam Bab III dan Bab V UUD 1945 yang telah diamandemen. Presiden adalah pemegang kekuasaan tertinggi di Indonesia dari segi sipil dan militer. Dan kementerian-kementerian adalah lembaga-lembaga pembantu presiden.


Presiden dan wakilnya dipilih secara langsung dalam pemilu dengan ketentuan kemenangan 50% plus satu dan setidaknya 20% di lebih dari setengah provinsi di Indonesia. Lima tahun adalah lama jabatan yang mereka emban dalam satu periode. Presiden adalah panglima tertinggi Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Dia juga memiliki wewenang lainnya sebagaimana tertulis dalam UUD 1945 yang telah diamandemen. Sedangkan presiden dapat diturunkan oleh MPR melalui usulan DPR bila terbukti melakukan pelanggaran konstitusional. Dua jabatan ini adalah jabatan utama dalam pelaksanaan fungsi eksekutif di Indonesia.


Sementara itu, kementerian adalah lembaga yang dipimpin oleh menteri-menteri yang ditunjuk langsung oleh Presiden. Sebagaimana tertulis dalam UUD 1945, para menteri membawahi suatu bidang kekhususan tertentu untuk membantu presiden dalam menjalankan tugasnya yang pembentukannya diatur dalam undang-undang.


Legislatif: Majelis Perwakilan Rakyat

Setelah amandemen UUD 1945 mengenai MPR, MPR kini didefinisikan sebagai lembaga yang beranggotakan DPR dan DPD. Sedangkan sebelumnya, MPR adalah penjelmaan rakyat Indonesia yang berisikan masyarakat dari golongan-golongan dan utusan-utusan daerah di Indonesia. Lembaga ini berwenang untuk mengamandemen UUD, melantik dan memberhentikan presiden dengan aturan yang berlaku. DPR dan DPD kemudian memiliki kewenangan dan tugas yang lebih spesifik dan menjadikan MPR sebagai lembaga legislatif dua kamar. 


1. DPD


DPD adalah suatu badan perwakilan daerah yang sebelumnya bernama “utusan daerah” dan berada di dalam MPR RI. Landasan hukum lembaga ini adalah UUD 1945 yang diamandemen, UU no. 7 tahun 2017, dan UU no. 2 tahun 2018 sebagai pengganti UU no. 17 tahun 2014 mengenai MD3. Lembaga ini memiliki fungsi pengajuan usul pada pembuatan undang-undang tertentu, dan turut serta mengawasi pelaksanaan undang undang melalui perwakilan-perwakilan provinsi.


2. DPR


DPR Republik Indonesia telah mengalami perjalanan sejarah panjang hingga sampai pada kedudukannya saat ini. Keberadaan DPR RI saat ini diatur oleh UUD 1945 dan kemudian diatur dalam UU no. 2 tahun 2018 sebagai pengganti UU no. 17 tahun 2014. Anggota DPR RI dipilih langsung oleh rakyat dalam periode 5 tahun sekali. DPR memiliki fungsi legislasi dalam pembuatan undang-undang, fungsi persetujuan anggaran yang diajukan oleh presiden, dan fungsi pengawasan undang-undang dan APBN. Selain itu, DPR juga memiliki beberapa hak. Hak-hak tersebut adalah hak interplasi (hak meminta keterangan atas kebijakan pemerintah), hak angket (hak menjelaskan pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah), hak imunitas (hak kekebalan hukum dan bebas dari tuntutan selama tidak melanggar tata tertib dank ode etik), dan hak menyatakan pendapat atas kebijakan pemerintah, tindak lanjut pelaksanaan hak interplasi dan hak angket, dan dugaan atas pelanggaran hukum yang dilakukan oleh presiden atau wakilnya.


Yudikatif

Terakhir, fungsi yudikatif di Indonesia dijalankan oleh Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial. Mahkamah Agung adalah badan peradilan tertinggi di Indonesia yang membawahi badan-badan pengadilan hukum di Indonesia. Kemudian, Mahkamah Konstitusi adalah lembaga pengawasan perundang-undangan di Indonesia. Dan Komisi Yudisial bertindak sebagai pengawas hakim-hakim di Indonesia.


1. Mahkamah Agung


Mahkamah Agung adalah pemegang kekuasaan kehakiman tertinggi, yang lainnya adalah Mahkamah Konstitusi, dan tidak dipengaruhi oleh eksekutif dan yudikatif. Lembaga ini membawahi peradilan negeri (sipil), peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. Pengadilan Agama, sebelumnya, berada di bawah Kementerian Agama dan baru diposisikan kembali ke badan Yudikatif pada tahun 2004.


Kekuasaan kehakiman MA diatur dalam UU no. 14 tahun 1970 yang menjadikan MA sebagai pengadilan negara tertinggi atau badan pengadilan kasasi bagi pengadilan-pengadilan yang ada di bawahnya. Dengan demikian, MA juga menjalankan fungsi peradilan, pengawasan, pengaturan, member nasihat, dan administrasi. Dan hal ini kemudian ditegaskan oleh TAP MPR No. X/MPR/1998 dan UU no. 35 tahun 1999 pengganti UU no. 14 tahun 1970 tentang ketentuan kekuasaan kehakiman yang memperkokoh independensi MA dari eksekutif. Dan pada tahun 2004, PTUN dan Peradilan Agama dipindahkan dari eksekutif ke MA.


2. Mahkamah Konstitusi


Selain MA, Indonesia juga memiliki mahkamah yang bertugas untuk mengawasi legislasi hukum di Indonesia, yaitu MK. Keberadaan MK adalah buntut dari pemikiran panjang konstitusional yang baru dapat terreaslisasi pada masa Reformasi.  Diatur dalam UUD 1945 Pasal 24 ayat 2, MK adalah salah satu kekuasaan kehakiman selain MA. Dan mengacu pada UUD 1945 pasal 24C ayat 1 yang ditegaskan pada UU no. 24 no 2003, kekuasaan MK meliputi pemutusan pembubaran partai politik, perselisihan  hasil pemilu, pemutusan pendapat DPR bahwa presiden dan/atau wakilnya telah melakukan pelanggaran hukum, perbuatan tercela, atau tidak memenuhi syarat seperti yang tertulis dalam UUD 1945. Dan yang tak kalah pentingnya adalah, MK berhak dan berwenang untuk melaksanakan pembandingan hukum atau Judicial Review terhadap undang-undang yang dikeluarkan oleh badan eksekutif dan badan legislatif.


3. Komisi Yudisial


Badan yudikatif terakhir adalah komisi Yudisial. Komisi ini dibentuk dengan tujuan untuk mengawasi hakim-hakim agar tidak melanggar kode etik kehakiman. Keberadaan lembaga ini diatur dalam amandemen UUD 1945 tahun 2001, pasal 24B, dan UU no. 18 tahun 2011 tentang perubahan atas UU no. 22 tahun 2004 mengenai Komisi Yudisial. Selain bertindak sebagai pengawas hakim, komisi ini juga bertugas untuk melakukan seleksi, penunjukkan, dan pengajuan calon hakim agung ke DPR. Keberadaan badan ini adalah wujud pengawasan terhadap lembaga-lembaga penegakan hukum di Indonesia.


Dari perjalanan panjang masa kemerdekaan hingga pasca- reformasi saat ini, karakter trias politika Indonesia memiliki kekhasan sendiri. Seperti yang sudah dijelaskan, lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif memiliki peranannya masing-masing untuk berjalannya sistem pemerintahan di Indonesia. Jika dapat dijalankan tanpa korupsi, negara ini telah memiliki pranata dan instrumen yang kokoh dalam pembuatan hukum, pelaksanaan negara, dan pengawasan pelaksanaan pemerintahan.


KESIMPULAN


1. Bahwa dalam sistem pemerintahan Indonesia secara implisit, baik sebelum dan sesudah amandemen Undang-Undang Dasar Tahun 1945, konsep Trias Politica Montesquieu diterapkan dalam sistem pemerintahan republik Indonesia.


2. Konsep Trias Politica dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia atas Undang-Undang Dasar Tahun 1945, sebelum maupun sesudah amandemen dapat diketahui bahwa pembagian kekuasaan berdasarkan fungsi negara dalam sistem pemerintahan republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebelum amandemen ternyata tidak hanya Legislatif (MPR, DPR), Eksekutif (Presiden) dan Yudikatif (MA), namun selain dari 3 (tiga) fungsi tersebut, masih di bagi lagi yaitu ke dalam Kekuasaan Konsultatif (DPA) dan Kekuasaan Eksaminatif (BPK). Sedangkan pembagian kekuasaan berdasarkan fungsi negara dalam sistem pemerintahan republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sesudah amandemen ternyata tidak hanya Legislatif (MPR, DPR, DPD), Eksekutif (Presiden) dan Yudikatif (MA, MK), namun masih di bagi lagi ke dalam Kekuasaan Eksaminatif (BPK).


Comments

Popular posts from this blog

Analisis APBD Kota Jambi TA 2019-2020

  UJIAN TENGAH SEMESTER PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS JAMBI TAHUN 2021 Nama : Rizqa Amartia NIM : H1A120069 Dosen Pengampu : Alva Beriansyah, S.IP., M.IP. ANALISIS ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA JAMBI TA 2019 Dalam ringkasan yang terdapat pada tabel di atas (2019) , Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Jambi pada tahun 2019 adalah sebesar Rp 1,660 T, dan angka tersebut meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya Rp 1,627 T.  Pendapatan nya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kota Jambi tersebut bersumber dari pendapatan asli daerah (PAD) Rp 364,14 M, dana perimbangan Rp 1,134 T. Dimana dana perimbangan menurun dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp 1,143 T atau menurun 0,77 persen. Kemudian pendapatan lain-lain yang sah Rp 5,67 M. Sementara untuk belanja daerah pada Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2019 direncanakan sebesar Rp 1,710 T.  Dari dua poin tadi, antara belanja dan pendapatan daerah sayangnya ter...

ILMU POLITIK

 WHAT’S IN YOUR MIND WHEN YOU HEAR ABOUT ‘POLITIC’ ? Assalamu’alaikum wr. wb Apa yang ada dibenak anda ketika mendengar ‘politik?‘ Saya Rizqa Amartia, Prodi Ilmu pemerintahan ingin menjawab soal mata kuliah Ilmu politik yang telah diberikan oleh dosen. Baik, disini saya akan menjelaskan dengan pendapat saya sendiri mengenai politik dan apa yang ada di benak saya ketika mendengar kata ‘politik’ Politik adalah perebutan kekuasaan, pembagian kekuasaan, wewenang, atau kedudukan seseorang yang biasanya lebih tinggi. Politik biasanya meraih kekuasaan untuk mencapai tujuan tertentu atau proses untuk pembuatan keputusan  dalam negara. Contoh: Pemilihan presiden dan wakil presiden. Politik itu keras. Itu yang kedua ada di benak saya, mengapa demikian? Karena di dalam politik sering kali saya baca dan saya dengar di berbagai sumber berita bahwa ada partai yang saling menyerang dan frontal seolah lawannya harus di lengserkan dan dibinasakan. Istilah seperti itulah yang saya bilang keras....