Skip to main content

Revisi Tugas Makalah Lembaga Tinggi Negara

 LEMBAGA TINGGI NEGARA

A.  Pengertian Lembaga Tinggi Negara

Lembaga Tinggi Negara merupakan institusi-institusi negara yang secara langsung diatur atau memiliki kewenanagan yang diberikan oleh UUD 1945 yang dibentuk berdasarkan hukum untuk menjalankan fungsi-fungsi negara, lembaga negara ini adalah lembaga pemerintahan (Civilazated Organisation) yang dibuat oleh, dari, dan untuk negara.

Lembaga negara bertujuan untuk membangun negara itu sendiri. Secara umum tugas lembaga negara antara lain menjaga stabilitas keamanan, politik, hukum, HAM, dan budaya, menjadi bahan penghubung antara negara dan rakyatnya, serta yang paling penting adalah membantu menjalankan roda pemerintahan.

 

B.  Macam-macam Lembaga Tinggi Negara

Ada dua unsur pokok yang saling berkaitan ketika berbicara mengenai organisasi negara yakni organ dan functie. Organ adalah bentuk atau wadahnya, sedangkan functie adalah isinya. Macam- macam organ negara/lembaga negara dapat dibedakan dari beberapa segi yakni;

Adapun lembaga-lembaga yang tercantum sebagai lembaga tinggi negara menurut UUD NKRI 1945 adalah:

1.   Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

Sebelum amandemen UUD 1945, susunan anggota MPR terdiri dari anggota-anggota DPR namun ditambah dengan utusan daerah, golongan politik, dan golongan karya (Pasal 1 ayat 1 UU No. 16 Tahun 1969). Terkait dengan kedudukannya sebagai Lembaga Tertinggi Negara, MPR diberi kekuasaan tak terbatas (super power) karena kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR dan MPR adalah penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia yang berwenang menetapkan UUD, GBHN, mengangkat presiden dan wakil presiden. Hal yang paling menonjol mengenai MPR setelah adanya amandemen UUD adalah dihilangkannya kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

2.  Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Keanggotaan DPR sebagai lembaga tinggi negara terdiri dari golongan politik dan golongan karya yang pengisiannya melalui pemilihan dan pengangkatan. Perubahan ini juga mempengaruhi hubungan antara DPR sebagai lembaga legislatif dan presiden sebagai lembaga eksekutif, yaitu dalam proses serta mekanisme pembentukan UU.

3.  Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

Sebagai lembaga negara yang baru dibentuk setelah amandemen UUD, DPD dibentuk dengan tujuan untuk mengakomodasi kepentingan daerah sebagai wujud keterwakilan daerah ditingkat nasional. Hal ini juga merupakan tindak lanjut peniadaan utusan daerah dan utusan golongan sebagai anggota MPR. Sama halnya seperti anggota DPR, anggota DPD juga dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilu (Pasal 22 C ayat (1) UUD NRI 1945).

4.  Lembaga Kepresidenan

a)    Lembaga Kepresidenan Sebelum Amandemen UUD 1945

Presiden adalah mandataris MPR, yang wajib menjalankan putusan-putusan MPR. Secara eksplisit Penjelasaan UUD 1945 (sebelum perubahan) menyebutkan bahwa Presiden ialah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi dibawah Majelis Permusyawaran Rakyat. Presiden pun adalah penyelenggara Pemerintah negara yang tertinggi dalam menjalankan pemerintahan Negara, kekuasaan dan tanggungjawab adalah ditangan presiden (concentration of power and responsibility upon the President).

Presiden tidak bertangggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat , demikian pula dengan Menteri Negara sebagai pembantu Presiden tidak bertanggungjawab kepada DPR. Namun hal ini tidak berarti kekuasaan Presiden tidak terbatas, pada bagian lain penjelasan UUD 1945 (sebelum perubahan) dinyatakan bahwa Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas sebab Presiden bertanggungjawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai lembaga tertinggi Negara, walalupun hal ini tidak diatur secara eksplisit dalam UUD 1945, demikian halnya dalam pasal 5 TAP MPR No. VI/MPR/1973 tentang kedudukan dan hubungan tata kerja Lembaga tertinggi Negara dengan/ atau antar lembaga- lembaga tinggi Negara yang berbunyi:

1)    Presiden tunduk dan bertanggungjawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat dan pada akhir masa jabatannya memberikan pertanggungan jawab atas pelaksanaan Haluan Negara yang ditetapkan oleh Undang – Undang Dasar atau Majelis di hadapan Sidang.

2)    Presiden wajib memberikan pertanggungan jawab dihadapan sidang istimewa Majelis yang khusus diadakan untuk meminta pertanggungan jawab Presiden dalam pelaksanaan Haluan Negara yang ditetapkan oleh Undang – Undang Dasar atau Majelis.

Ketentuan diatas tidak menyebutkan arti pertanggungjawaban yang dimaksud, Pertanggungjawaban tersebut dalam arti yang luas dapat dilihat dalam TAP MPR No. I/MPR/1973 huruf (d) dan (e) yang berbunyi:

1)    meminta dari dan menilai pertanggungan jawab Presiden tentang pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara.

2)    mencabut jabatannya apabila Presiden sungguh-sungguh melanggar GBHN dan/atau UUD.

Dengan demikian adalah logis Jika Presiden dapat diberhentikan oleh MPR meskipun masa jabatannya belum berakhir, hal ini disebabkan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pemegang kedaulatan rakyat dan sebagai lembaga tertinggi diatas Presiden.

Pasal 7 UUD 1945 (sebelum perubahan) menyebutkan: “Presiden dan wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali”. Dalam UUD 1945 (sebelum perubahan), persyaratan menjadi Presiden diatur dalam pasal 6 ayat (1) yang menyebutkan bahwa Presiden ialah orang Indonesia asli.

Syarat lainnya diatur dalam Ketetapan MPR No. II/MPR/1973, yakni ; warga Negara Indonesia; telah berusia 40 tahun; bukan orang yang sedang dicabut haknya dalam pemilihan umum; bertaqwa kepada tuhan yang maha Esa, setia kepada cita-cita Proklamasi 17 agustus 1945, Pancasila, dan UUD 1945; bersedia menjalankan haluan Negara menurut GBHN yang telah ditetapkan MPR; berwibawa; jujur; cakap; adil; dukungan dari rakyat yang tercermin dalam Majelis; tidak pernah terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam setiap kegiatan yang mengkhianati Negara Kesatuan Republik yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 seperti gerakan G.30.S/PKI dan/atau organisasi terlarang lainnya; tidak sedang menjalani pidana berdasarkan keputusan pengadilan yang tidak dapat diubah lagi karena tindak pidana yang diancam pidana sekurang – kurangnya 5 tahun; tidak terganggu jiwa/ikatannya.

b)   Lembaga Kepresidenan Setelah Amandemen UUD 1945

UUD 1945 sebelum perubahan memberikan pengaturan yang dominan terhadap lembaga kepresidenan, baik jumlah pasal maupun kekuasaannya. Tiga belas ( pasal 4 sampai pasal 15 dan pasal 22) dari 37 pasal UUD 1945 mengatur langsung mengenai Jabatan Kepresidenan, selain itu terdapat ketentuan lain yang juga masih berkaitan dengan Lembaga Kepresidenan yakni tentang APBN, ketentuan yang mengatur wewenang MPR, DPR, DPA, BPK, undang - undang Organik, dan lain - lain.

UUD 1945 Setelah Perubahan merumuskan Pesyaratan Calon Presiden dan Wakil Presiden dalam pasal 6 ayat (1) yang berbunyi:calon Presiden dan wakil Presiden harus seorang warga Negara Indonesia sejak Kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati Negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan wakil Presiden” dan ayat (2) yang berbunyi: “syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang.”

Perubahan yang paling Fundamental setelah perubahan UUD 1945 ialah dipilihnya Presiden dan wakil Presiden secara langsung oleh rakyat melalui Pemilu. Hal ini diatur dalam pasal 6A ayat (1)49, (2)50, (3)51, (4)52, (5)53, perubahan ini didasari pemikiran untuk mengejwantahkan paham kedaulatan rakyat. Disamping itu dengan dipilih secara langsung oleh rakyat, menjadikan Presiden dan wakil Presiden mempunyai legitimasi yang lebih kuat dalam artian memperkuat sistem Presidensiil yang kita anut dengan salah satu cirinya yaitu adanya periode masa jabatan yang pasti ( fixed term ) dari Presiden dan Wakil Presiden.

Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat dijatuhkan dalam masa jabatannya kecuali melanggar hukum berdasar hal-hal yang tercantum dalam UUD 1945 melalui prosedur yang konstitusional, yang dikenal dengan impeachment yang menunjukkan konsistensi penerapan paham Negara hukum, yaitu bahwa tidak ada pengecualian penerapan hukum, bahkan terhadap Presiden.

Walaupun dipilih oleh rakyat untuk memimpin dan memegang kekuasaan Pemerintahan Negara, sebagai manusia Presiden dan/atau Wakil Presiden bisa saja melakukan kesalahan atau pelanggaran hukum yang merusak sendi – sendi hidup bernegara dan mencederai hukum, karenanya Presiden dan/atau wakil Presiden dapat diberhentikan dengan alasan tertentu yang disebutkan secara limitative dalam UUD 1945, yakni ; melalui proses politik (dengan adanya pendapat DPR dan keputusan pemberhentian MPR), dan melalui proses hukum (dengan cara Mahkamah Konstitusi memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR).

5.   Mahkamah Agung (MA)

Ketentuan mangenai Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial diatur dalam UUD 1945 BAB IX tentang kekuasaan kehakiman. Ketentuan umun siatur dalam pasal 24 dan ketentuan khusus mengenai Mahkamah Agung dalam pasal 24A yang terdiri atas lima ayat. Mahkamah Agung adalah puncak dari kekuasaan Kehakiman dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan tata usaha, dan peradilan militer. Mahkamah ini pada pokoknya merupakan pengawal undang-undang.

Dengan diamandemennya UUD 1945, maka posisi hakim agung menjadi kuat karena mekanisme pengangkatan hakim agung diatur sedemian rupa dengan melibatkan tiga lembaga, yaitu DPR, Presiden dan Komisi Yudisial.

Komisi Yudisial ini memang merupakan lembaga baru yang sengaja dibentuk untuk menangani urusan terkait pengangkatan hakim agung serta penegakan kehormatan, keluhuran martabat dan perilaku hakim (Pasal 24B ayat (1) perubahan ketiga UUD 1945). Yang anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan persetujuan DPR (Pasal 24B ayat (3) perubahan ketiga UUD 1945).

 

6.   Mahkamah Konstitusi (MK)

Dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawal konstitusi. Dalam konstitusi 1945 pengaturan mengenai Mahkamah Konstitusi diatur dalam pasal 24C yang terdiri dari 6 ayat, yang didahului dengan pengaturan mengenai Komisi Yudisial pada pasal 24B. Semula pengaturan mengenai Komisi Yudisial tersebut hanya dimaksudkan terkait dengan keberadaan Mahkamah Agung, tidak dengankeberadaan mahkamah konstitusi.

Jika dibandingkan dengan sesama lembaga tinggi lainnya, kedudukan Mahkamah Konstitusi memiliki posisi yang unik. DPR yang membentuk undang-undang tetapi MK yang membatalkannya jika bertentangan dengan UUD. MA mengadili semua ketentuan hukum yang berada dibawah UUD. Jika DPR ingin mengajukan tuntutan pemberhentian terhadap Presiden dalam masa jabatannya, maka sebelum diajukan ke MPR untuk diambil putusan, maka tuntutan tersebut harus diajukan dulu pada MK untuk mendapat pembuktian secara hukum. Semua lembaga Negara yang saling berselisih atau bersengketa dalam melaksanakan keweangan konstitusionalnya maka yang memutus final dan mengikat atas persengketaan adalah Mahkamah Konstitusi.

7.  Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan undang- undang. Hasil Pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam pasal 23 yang berbunyi :

a.      Anggaran pendapatan dan belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan undang-undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan pemerintah, maka pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu.

b.     Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang.

c.      Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.

Setelah Amandemen UUD 1945 terjadi beberapa perubahan mendasar mengenai (i) keuangan Negara dan pengelolaan keuangan Negara. (ii) struktur organisasi dan BPK berubah secara sangat mendasar, yakni:

Pertama, pengertian keuangan Negara dan dan pengelolaan keuangan Negara berubah secara mendasar, jika sbelumnya uang Negara dalam konteks APBN maka skarang pengertian uang Negara menjadi luas mencakup uang Negara yang terdapat atau dikuasai oleh subyek badan hukum perdata atau perorangan, asal merupakan uang atau asset yang dimiliki Negara tetap termasuk dalam uang negara.

Kedua, keweangan dan kedudukan BPK semakin kuat. pasal 23E ayat 1 UUD 1945 menyebutkan bahwa: “untuk memeriksa keuangan dan tanggung jawab keuangan Negara, diadakan suatu badan pengawas keuangan yang bebas dan mandiri”. Dalam pasal 23G ayat 1 menyebutkan: “BPK berkedudukan di ibu kota Negara, dan memiliki perwakilan disetiap provinsi. Artinya, UUD mewajibkan BPK ada disetiap provinsi.

8.  Komisi Yudisial

Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang berikut ini:

a.      mengusulkan pengangkatan hakim agung;

b.     menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman dibidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela. Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan persetujuan DPR. Anggota Komisi Yudisial terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, dan tujuh orang anggota. Masa jabatan anggota Komisi Yudisial lima tahun.

 

C. Dasar hukum beserta tugas dan wewenang lembaga tinggi Negara

C. Dasar hukum beserta tugas dan wewenang lembaga tinggi Negara

 

No

Nama Lembaga Negara

Dasar Hukum

Tugas dan Wewenang

1

Presiden

Pasal 4 ayat (1) UUD 1945, Pasal 5 ayat (1) dan (2 UUD 1945), Pasal 11 ayat (1) UUD 1945, Pasal 12 UUD 1945, Pasal 13 ayat (1) UUD 1945, Pasal 14 ayat (1) dan (2) UUD 1945, Pasal 15 UUD 1945, Pasal 16 UUD 1945, Pasal 17 ayat 2 UUD 1945, Pasal 20 ayat (2) UUD 1945, Pasal 24A ayat (3) UUD 1945, Pasal 24C ayat (3) UUD 1945

1.      Memegang kekuasaan
pemerintahan menurut UUD

2.      Memegang kekuasaan yang tertinggi
atas Angkatan Darat (AD),Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU)

3.      Mengajukan Rancangan
Undang-Undang (RUU) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Presiden melakukan
pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU bersama DPR serta mengesahkan
RUU menjadi UU.

4.      Menetapkan peraturan
pemerintah pengganti undang-undang (dalam kegentingan yang memaksa)

5.      Mengangkat dan memberhentikan
menteri-menteri

6.      Menyatakan perang, membuat perdamaian
dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR

7.      Membuat perjanjian
internasional lainnya dengan persetujuan DPR

8.      Menyatakan keadaan bahaya

9.      Mengangkat duta dan
konsultan. Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR

10.  Menerima penempatan duta negara
lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR.

11.  Memberi grasi, rehabilitasi dengan
memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung

12.  Memberi amnesti dan abolisi dengan
memperhatikan pertimbangan DPR

13.  Memberi gelar, tanda jasa,
dan tanda kehormatan lainnya yang diatur dengan UU

14.  Meresmikan anggota Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dipilih oleh DPR dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

15.  Menetapkan hakim agung dari calon
yang diusulkan oleh Komisi Yudisial (KY) dan disetujui DPR

16.  Menetapkan hakim konstitusi
dari calon yang diusulkan Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung

17.  Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR.

2

Mahkamah Agung

Pasal 24 ayat (2) UUD 1945, Pasal 24A ayat (1) UUD 1945, Pasal 24C ayat (3) UUD 1945

1.      Mengadili pada tingkat kasasi

2.      Menguji peraturan
perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang

3.      Memberikan pertimbangan hukum
kepada presiden dalam hal permohonan grasi dan
rehabilitasi.

4.      Mengajukan tiga orang anggota hakim konstitusi

3

Mahkamah Konstitusi

Pasal 24C ayat (1) san (2) UUD 1945

1.      Berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat final untuk menguji
Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewewenangan
lembaga Negara yang kewewenangannya diberikan oleh UUD1945, memutus
pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan
Umum.

2.      Wajib memberi keputusan atas
pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden
atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.

3.      Menguji undang-undang
terhadap UUD 19451.

4.      Memutus sengketa kewenangan
antar lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.

5.      Memutus pembubaran partai
politik

6.      Memutus perselisihan tentang hasil pemilu.

4

Majelis Permusyawaratan Rakyat

Pasal 2 UUD 1945 & Pasal 3 UUD 1945

1.      Mengubah serta menetapkan UUD.

2.      Melantik Presiden serta Wakil
Presiden berdasarkan hasil Pemilu dalam sidang paripurna MPR.

3.      Memutuskan usul DPR berdasarkan
putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden dan atau Wakil
Presiden dalam masa
jabatannya setelah Presiden dan atau Wakil Presiden diberikesempatan untuk
menyampaikan penjelasan di dalam sidang paripurna MPR.

4.      Melantik Wakil Presiden menjadi
Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat
melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya.

5.      Memilih Wakil Presiden dari dua
calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil
Presiden dalam masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh
hari.

6.      Memilih Presiden serta Wakil Presiden
apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua
paket calon presiden serta wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik
atau gabungan partai politik yang paket calon presiden serta wakil presidennya meraih suaraterbanyak pertama serta kedua dalam pemilihan
sebelumnya, sampai habis masa jabatannya selambat- lambatnya dalam waktu 30
hari.

7.      Menetapkan peraturan tata tertib serta kode etik MPR.

5

Dewan Perwakilan Rakyat

Pasal 20 ayat (1) dan (2) UUD 1945, Pasal 22 ayat (2) UUD 1945, Pasal 23 ayat (2) UUD 1945, Pasal 22D ayat (3) UUD 1945, Pasal 22E ayat (2) UUD 1945, Pasal 24B ayat (3) UUD 1945, Pasal 24A ayat (3) UUD 1945,Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, Pasal 11 ayat (2) UUD 1945

1.      Membentuk undang-undang yang
dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan
bersama

2.      Membahas dan memberikan atau
tidak memberikan persetujuan terhadap peraturan
pemerintah pengganti undang-undang

3.      Menerima dan membahas usulan
Rancangan Undang-Undang (RUU) yang diajukan oleh DPD yang berkaitan dengan
bidang otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah
dan mengikutsertakan dalam pembahasannya dalam awal pembicaraan tingkat I

4.      Mengundang DPD untuk melakukan
pembahasan RUU yang diajukan oleh DPR maupun oleh pemerintah sebagaimana dimaksud
pada huruf c, pada awal pembicaraan tingkat I

5.      Memperhatikan pertimbangan
DPD atas RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan RUU yang
berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama dalam awal pembicaraan tingkat
I

6.      Membicarakan APBN bersama
presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD

7.      Membahas dan menindaklanjuti
hasil
pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai
otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan
pusat dan
daerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN,
pajak,
pendidikan, dan agama

8.      Memilih anggota Badan Pemeriksa
Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan DPD

9.      Membahas dan menindaklanjuti
hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan oleh
Badan Pemeriksa Keuangan

10.  Mengajukan, memberikan
persetujuan, pertimbangan / konsultasi, dan pendapat

11.  Menyerap, menghimpun, menampung
dan
menindaklanjuti aspirasi masyarakat

12.  Melaksanakan tugas dan wewenang
lainnya yang ditentukan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan undang-undang

13.  Membentuk UUD yang dibahas
dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama peraturan pemerintah
pengganti UUD menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD yang
berkaitan dengan bidang tertentu dalam pembahasan

14.  Menetapkan APBN bersama
Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD

15.  Melaksanakan pengawasan
terhadap pelaksanaan UU, APBN,serta kebijakan pemerintah

16.  Memilih anggota BPK dengan
memperhatikan pertimbangan DPD

17.  Membahas dan menindaklanjuti
hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan Negara yang disampaikan
oleh BPK

18.  Memberikan persetujuan
kepada Peresiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota.

19.  Membentuk Undang-Undang yang
dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.

20.  Memberikan pertimbangan
kepada Presiden dalam pemberian amnesti dan abolisi

21.  Memberikan pertimbangan
kepada Presiden dalam hal mengangkat duta besar dan menerima penempatan duta
besar negara lain

22.  Memilih anggota BPK dengan memperhatikan
pertimbangan DPD

23.  Membahas dan menindaklanjuti
hasil
pemeriksaan atas pertanggung jawaban keuangan negara yang disampaikan oleh
BPK

24.  Memberikan persetujuan
kepada Presiden atas pengangkatan dan
pemberhentian anggota Komisi Yudisial

25.  Memberikan persetujuan calon
hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim
agung oleh Presiden

26.  Memilih tiga orang hakim konstitusi dan mengajukannya kepada Presiden untuk diresmikan dengan keputusan Presiden

6

Dewan Perwakilan Daerah

Pasal 22D ayat (1), (2), (3) UUD 1945, Pasal23F ayat (1) UUD 1945

1.      Mengajukan
kepada DPR Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran, dan penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya serta
yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. DPR kemudian
mengundang DPD untuk membahas RUU tersebut..

2.      Memberikan pertimbangan kepada DPR
atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama

3.      Memberikan pertimbangan kepada DPR
dalam pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan.

4.      Melakukan pengawasan atas
pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran,
dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya
alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan,
dan agama.

5.      Menerima hasil pemeriksaan keuangan negara dari BPK untuk dijadikan bahan membuat pertimbangan bagi DPR tentang RUU yang berkaitan dengan APBN

7

Komisi Yudisial

Pasal 24A ayat (3)) UUD 1945,Pasal 24B ayat (1) UUD 1945

1.      Mengawasi perilaku hakim

2.      Mengusulkan nama calon hakim agung.

8

Badan Pemeriksa Keuangan

Pasal 23E, 23F, 23G Undang-undang dasar 1945 2. Undang-undang Republik Indonesia nomor 15 tahun 2006 tentang badan pemeriksa keuangan sebagai pengganti undang-undang republik Indonesia nomor 5 tahun 1973 tentang badan pemeriksa keuangan. 3. Undang-undang republik Indonesia nomor 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. 4. Undang-undang republik Indonesia nomor 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara. 5. Undang-undang republik Indonesia nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara.

1.      Berwenang mengawasi dan memeriksa
pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil
pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.

2.      Mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang bersangkutan ke dalam BPK.

 

 

D.  Kedudukan dan Fungsi Lembaga Tinggi Negara

Yang dimaksud dengan kedudukan lembaga negara adalah tempat lembaga negara dalam hubungannya dengan lembaga-lembaga lainnya. Jika mencermati ketentuan dalam UUD 1945 berkaitan dengan lembaga-lembaga negara, maka terdapat perubahan yang mendasar tentang kedudukan lembaga negara. Dalam UUD 1945 sebelum amandement, maka MPR memegang kekuasaan yang superior sebagai pemegang kedaulatan rakyat sebagaimana ditentukan dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (2). Karena itulah lembaga negara terbagi menjadi 2 yakni lembaga ”tertinggi” dan lembaga ”tinggi” negara. Hal tersebut ditegaskan dalam TAP MPR III/MPR/1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau Antara Lembaga Tinggi Negara.

Setelah amandement UUD 1945 ketentuan tersebut berubah, dimana MPR bukan lagi merupakan lembaga tertinggi negara melainkan sebagai lembaga negara sama dengan lembaga-lembaga negara lainnya. Hal tersebut ditentukan dalam Pasal 1 ayat (2) yang menyebutkan bahwa: ”Kedaulatan ditangan rakyat dan dilakukan menurut UUD”.

1.     Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

MPR adalah lembaga negara. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sekarang ini bukan lagi merupakan lembaga tertinggi negara. Ia adalah lembaga negara yang sederajat dengan lembaga negara lainnya. Dengan tidak adanya lembaga tertinggi negara maka tidak ada lagi sebutan lembaga tinggi negara dan lembaga tertinggi negara. Semua lembaga yang disebutkan dalam UUD 1945 adalah lembaga negara. 

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) merupakan lembaga pelaksana kedaulatan rakyat oleh karena anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) adalah para wakil rakyat yang berasal dari pemilihan umum. MPR bukan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 ,perubahan ketiga bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar.

Pasca amandement terdapat tiga perubahan mendasar tentang lembaga MPR yakni dari segi kedudukan sebagaimana diurakan diatas, dari segi keanggotaan, dan kewenangan. Dari segi keanggotaan maka berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUD 1945, maka MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui Pemilu. Jika DPR dipilih melalui pemilu dengan basis partai, maka DPD yang merupakan wakil daerah dipilih melalui pemilu dari daerah-daerah yang bersangkutan. Perluasan keanggotaan MPR tersebut dimaksudkan agar perwakilan tidak hanya diterdiri dari unsur politik tetapi juga daerah, sehingga MPR betul-betul dianggap sebagai penjelmaan rakyat.

Tugas dan wewenang MPR dalam UUD Tahun 1945 juga mengalami perubahan setelah dilakukannya amandemen terhadap UUD Tahun 1945. Tugas dan wewenang MPR sebelum perubahan UUD Tahun 1945 adalah; menetapkan UUD dan Garis-Garis Besar Haluan Negara (Pasal 3), memilih Presiden dan Wakil Presiden [Pasal 6 ayat (2)] dan melakukan perubahan terhadap UUD (Pasal 37). Dalam UU No.4 Tahun 1999 tentang Susduk MPR, DPR dan DPRD, tidak ditentukan secara terperinci mengenai tugas dan wewenang MPR, namun hal tersebut diatur dalam Peraturan Tata Tertib MPR Tahun 1999 dalam Bab II-nya.

Pasal 3 Peraturan Tata Tertib tersebut menyebutkan bahwa Majelis mempunyai tugas ; menetapkan UUD, Menetapkan GBHN serta memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden. Kemudian dalam Pasal 4 ditentukan bahwa Majelis mempunyai wewenang: membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh Lembaga Negara yang lain, termasuk penetapan GBHN yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden/Mandataris.

Setelah perubahan terhadap UUD Tahun 1945, maka tugas dan wewenang MPR sebagaimana ditentukan dalam Pasal 3 UUD 1945 adalah; (1) mengubah dan menetapkan UUD, (2) Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden, serta (3) memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD. Pemberhentian dalam masa jabatannya hanya dapat dilakukan jika Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun bila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/ atau Wakil Presiden (Pasal 7A). Selain kewenangan tersebut kewenangan lainnya adalah melakukan pemilihan Presiden dan/atau Wakil Presiden jika terjadi kekosongan jabatan (Pasal 8).

Tugas dan wewenang MPR secara terperinci juga dirumuskan dalam Pasal 11 UU No.22 Tahun 2003 yakni; mengubah dan menetapkan UUD, melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden, memutuskan usul DPR berdasarkan putusan MK untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya, melantik Wakil Presiden menjadi Presiden jika Presiden berhalangan, memilih Wakil Presisen bila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya, dan memilih Presiden dan/atau Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan. Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam perubahan UUD Tahun 1945, maupun UU Nomor 22.

Tahun 2003, maka secara kelembagaan jelas bahwa MPR adalah merupakan lembaga yang permanen, bukan sebagai sidang gabungan (joint session). Kepermanenan lembaga tersebut sebagai akibat adanya perangkat-perangkat penuh sebagai sebuah lembaga yakni; adanya kelengkapan administrasi dan organisasional anggota individu, kesekretariatan tersendiri untuk menjalankan fungsinya, mempunyai aturan-aturan tersendiri yang mengatur masalah internal lembaga tersebut. Adapun fungsi MPR sebelum dan sesudah adanya amendemen UUD 1945 tetap sama yaitu sebagai berikut:

a. MPR sebagai lembaga perwakilan rakyat mengawasi jalannya pemerintahan, Fungsi MPR yang ini adalah mengawasi jalannya pemerintahan yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan eksekutif  (presiden). Dengan adanya fungsi pengawasan ini, maka MPR mampu untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan yang dimiliki oleh presiden yang berpotensi untuk merugikan atau menindas rakyat.

b.     Sebagai pemegang kekuasaan legislatif, dalam hal ini MPR memiliki fungsi untuk membuat dan menyusun undang-undang sesuai  keinginan rakyat yang diinterpretasikan dalam undang-undang, sehingga dapat memunculkan suatu peraturan perundang-undangan baru yang dapat mengayomi kebutuhan seluruh masyarakat Indonesia secara umum dan luas.

 

2.     Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang mempunyai kedudukan sebagai lembaga negara. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau yang lebih dikenal dengan DPR-RI atau DPR merupakan salah satu lembaga Tinggi negara yang tergabung dalam lembaga legislatif di dalam sistem ketatanegaraan Indonesia sebagai lembaga perwakilan rakyat. Dewan Perwakilan Rakyat terbentuk dari anggota partai politik yang berperan sebagai peserta pemilihan umum yang telah dipilih melalui mekanisme pemilu.

Negara indonesia merupakan negara kesatuan berbentuk Republik yang sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disingkat UUD NRI 1945. Bahwa kekuasaan pemerintah harus berlandaskan UUD NRI 1945.

Didalam UUD NRI 1945 Pasca Amandemen, terdapat suatu pergeseran kekuasaan antara presiden dan DPR. Hal tersebut berada pada fungsi legislasi yang sebelumnya menjadi kekuasaan seorang presiden, maka setelah terjadinya amandemen UUD NRI 1945 fungsi legislasi berpindah menjadi kekuasaan DPR sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 5 ayat (1) Amandemen UUD NRI 1945.

Pada pasal tersebut menjelaskan bahwa, Presiden berwenang mengajukan rancangan Undang-Undang kepada DPR. Pasal 20 bahwa, DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. Dalam hal ini perlu digaris bawahi bahwa titik berat kekuasaan legislasi nasional yang pada mulanya berada pada seorang presiden beralih kepada DPR.

Sebagaimana telah dikemukakan diatas, konsep pemisahan kekuasaan (separation of power) menghendaki kekuasaan negara dipisahkan ke dalam cabang legislatif, eksekutif dan yudikatif untuk menghindari terjadinya penumpukan kekuasaan, yang berpeluang mengakibatkan terjadinya tirani dalam suatu negara. Lembaga legislatif dipahami sebagai lembaga pembuat peraturan perundang- undangan. Selaku lembaga, legislatif selalu dipengaruhi oleh bentuk, sistem pemerintahan serta prosedur yang berlaku dalam hal pembuatan peraturan perundang-undangan itu sendiri.

Dalam sistem ketatanegaraan yang berlaku di berbagai negara, maka lembaga DPR disebut dengan berbagai nama antara lain; National Assembly (Vietnam, Laos), People’s Assembly (Myanmar), House of Commons (Inggris), House of Representatives (Amerika Serikat, Filipina, dsb-nya). Di negara yang menganut sistem perwakilan bikameral maka DPR disebut pula dengan majelis rendah (lower house) atau kamar kedua dan biasanya dipilih dalam pemilihan umum (pemilu).

Dalam Pasal 20A UUD Tahun 1945 jo Pasal 25 UU No.22 Tahun 2003 DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Dalam penjelasan Pasal 25 UU No.22 Tahun 2003 dijelaskan bahwa; fungsi legislasi, adalah fungsi membentuk UU yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Fungsi anggaran, adalah fungsi menyusun dan menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara bersama Presiden dengan memperhatikan petimbangan DPD. Sedangkan fungsi pengawasan, adalah fungsi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UUD Negara RI Tahun 1945, UU dan peraturan pelaksanaannya.

Dalam menjalankan fungsinya tersebut DPR mempunyai hak-hak yaitu; hak interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat. Selain itu anggota DPR juga mempunyai hak mengajukan RUU, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, memilih dan dipilih, membela diri, imunitas, protokoler dan keuangan dan administratif. Selain memiliki hak-hak tersebut maka anggota DPR juga memiliki kewajiban-kewajiban.

3.     Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

DPD merupakan lembaga baru yang dibentuk setelah perubahan UUD Tahun 1945. Secara yuridis formal, DPD mulai terbentuk sejak disahkannya perubahan ketiga UUD Tahun 1945, dalam Rapat Paripurna MPR ke-7 Sidang Tahunan MPR pada tanggal 9 Nopember Tahun 2001. Namun secara faktual keberadaan DPD baru terjadi pada tanggal 1 Oktober Tahun 2004, yakni sejak dilantik dan diambil sumpah/janji para anggota DPD, sebagai hasil Pemilu 5 April 2004. Sebagai landasan yuridis pembentukan DPD adalah Pasal 2 ayat (1) UUD Tahun 1945.

Perubahan terhadap Pasal 2 ayat (1) UUD Tahun 1945, mengakibatkan bahwa tidak ada lagi Utusan Golongan dalam keanggotaan MPR, serta tidak ada lagi anggota MPR yang diangkat, tetapi juga dibentuknya lembaga perwakilan baru yang bernama DPD. Bersama DPR, DPD menjadi salah satu unsur keanggotaan MPR. Jika DPR merupakan lembaga perwakilan yang mewakili penduduk, maka DPD adalah lembaga perwakilan yang mewakili wilayah atau daerah, dalam hal ini adalah provinsi.

Dalam Pasal 40 UU No.22 Tahun 2003, ditentukan bahwa kedudukan DPD dalam struktur ketatanegaraan Indonesia adalah merupakan lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga negara. Sebagai lembagai negara maka DPD sejajar kedudukannya dengan lembaga negara lainnya seperti MPR, DPR, Presiden, BPK, MA dan Mahkamah Konstitusi.

Dari kedudukan tersebut, DPD tidak fungsional berkaitan dengan kedudukan dan hubungan-hubungan tersebut. Dalam hubungannya dengan DPR dan MPR, kedudukan DPD sebagaimana diatur dalam UUD 1945 tidak sesuai dengan gagasan pembentukan DPD.

Reformasi struktur ketatanegaraan Indonesia menuju sistem perwakilan bikameral yang kuat (strong bicameralism) tidak terwujud dalam UUD 1945. Berdasarkan rumusan Pasal 2 ayat (1) UUD 1945, maka sistem ketatanegaraan Indonesia memiliki sistem perwakilan bikameral yang lemah (soft bicameral).

Mengacu pada ketentuan Pasal 22D UUD 1945 dan Tata Tertib DPD RI bahwa sebagai lembaga legislatif DPD RI mempunyai fungsi legislasi, pengawasan dan penganggaran yang dijalankan dalam kerangka fungsi representasi.

4.     Mahkamah Konstitusi (MK)

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah lembaga (tinggi) negara yang baru yang sederajat dan sama tinggi kedudukannya dengan Mahkamah Agung (MA). Menurut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasca Perubahan Keempat (Tahun 2002), dalam struktur kelembagaan Republik Indonesia terdapat (setidaknya) sembilan buah organ negara yang secara langsung menerima kewenangan langsung dari Undang-Undang Dasar.

Kesembilan organ tersebut adalah Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, Presiden, Wakil Presiden, Mahkamah Agung,  Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial. Fungsi MK sendiri yaitu:

a.      Sebagai penafsir konstitusi

Hakim Mahkamah Konstitusi dalam menjalankan kewenangannya dapat melakukan penafsiran terhadap konsrtitusi. Hakim dapat menjelaskan makna kandungan kata atau kalimat, menyempurnakan atau melengkapi, bahkan membatalkan sebuah undang-undang jika dianggap bertentangan dengan konstitusi.

b.     Sebagai penjaga hak asasi manusia

Konstitusi sebagai dokumen yang berisi perlindungan hak asasi manusia merupakan dokumen yang harus dihormati. Konstitusi menjamin hak-hak tertentu milik rakyat. Apabila legislatif maupun eksekutif secara inkonstitusional telah mencederai konstitusi maka Mahkamah Konstitusi dapat berperan memecahkan masalah tersebut.

c.      Sebagai pengawal konstitusi

Istilah penjaga konstitusi tercatat dalam penjelasan Undang-Undang No 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang biasa disebut dengan the guardian of constitution. Menjaga konstitusi dengan kesadaran hebat yang menggunakan kecerdasan, kreativitas, dan wawasan ilmu yang luas, serta kearifan yang tinggi sebagai seorang negarawan.

d.     Sebagai penegak demokrasi

Demokrasi ditegakkan melalui penyelenggaraan pemilu yang berlaku jujur dan adil. Mahkamah Kontitusi sebagai penegak demokrasi bertugas menjaga agar tercitanya pemilu yang adil dan jujur melalui kewenangan mengadili sengketa pemilihan umum. Sehingga peran Mahkamah Kontitusi tak hanya sebagai lembaga pengadil melainkan juga sebagai lembaga yang mengawal tegaknya demokrasi di Indonesia.

5.     Presiden dan Wakil Presiden

Hasil amandement UUD 1945 juga merubah ketentuan tentang Presiden dan Wakil Presiden. Perubahan berkaitan dengan masa jabatan, yang dibatasi hanya untuk dua kali masa jabatan (Pasal 7). Perubahan lainnya adalah berkaitan dengan mekanisme pemilihan presiden dan Wakil Presiden sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6A UUD 1945 yang menyebutkan bahwa; “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat”. Tentang mekanisme pemilihan diatur dalam Pal 6A ayat 2 dan 4. Selanjutnya tentang mekanisme pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden diatur dalam Pasal 7A dan 7B.

Fungsi dan peran kepala negara dan kepala presiden terpusat pada presiden merupakan salah satu penanda sistem presidensial. Kepala negara diartikan sebagai simbol pemersatu bangsa, pemimpin nasional dan sebagainya. Sebagai kepala negara, presiden memiliki fungsi dan peran memegang pemimpin tertinggi militer, diplomat negara tertinggi, hak yurisdiksi, dan dalam keamanan. Meskipun dengan catatan sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 sering mensyaratkan pertimbangan DPR dalam keputusannya. Sedangkan kapasitas presiden sebagai kepala pemerintahan merujuk pada kepala administrasi pemerintahan, atau pemegang kekuasaan eksekutif dan pemerintahan tertinggi. Seperti mengajukan RUU kepada DPR, melaksanakan UU dan sebagainya.

6.     Mahkamah Agung (MA)

Mahkamah Agung adalah sebuah lembaga Negara yang berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang- undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang. Mahkamah Agung (disingkat MA) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi.

Menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman, pasal 11 ayat (1), “Mahkamah Agung merupakan pengadilan Negara tertinggi dari keempat lingkungan peradilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (2).”10 Pasal 10 ayat (2) menjelaskan “badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara.” Sedangkan pasal 1 dan pasal 2 Undang- undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung menyatakan:

Pasal 1: Mahkamah Agung adalah Lembaga Tinggi Negara sebagaimana dimaksudkan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: III/MPR/1978. Sedangkan dalam pasal 2 dijelaskan: Mahkamah Agung adalah Pengadilan Tertinggi dari semua lingkungan peradilan yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain. Adapun Fungsi MA adalah:

1. FUNGSI PERADILAN

a.      Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan undang-undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan secara adil, tepat dan benar.

b.     Disamping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah Agung berwenang memeriksa dan memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir.

c.       Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu wewenang menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan dibawah Undang-undang tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya (materinya) bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi (Pasal 31 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).

2. FUNGSI PENGAWASAN

a.      Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada azas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970).

b.     Mahkamah Agung juga melakukan pengawasan terhadap pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan perbuatan Pejabat Pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok Kekuasaan Kehakiman, yakni dalam hal menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan serta memberi peringatan, teguran dan petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi kebebasan Hakim (Pasal 32 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985) dan terhadap Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan (Pasal 36 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).

3. FUNGSI MENGATUR

a.      Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan (Pasal 27 Undang-undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang No.14 Tahun 1985).

b.     Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana dianggap perlu untuk mencukupi hukum acara yang sudah diatur Undang-undang.

4. FUNGSI NASEHAT

a.      Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal 37 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Selanjutnya Perubahan Pertama Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala Negara selain grasi juga rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaannya.

b.     Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi petunjuk kepada pengadilan disemua lingkunga peradilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. (Pasal 38 Undang-undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung).

5. FUNGSI ADMINISTRATIF

a.      Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara) sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang No.14 Tahun 1970 secara organisatoris, administrative dan finansial sampai saat ini masih berada dibawah Departemen yang bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11 (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 sudah dialihkan dibawah kekuasaan Mahkamah Agung.

b.     Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undang-undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman).

6. FUNGSI LAIN-LAIN

Selain tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, berdasar Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 serta Pasal 38 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Mahkamah Agung dapat diserahi tugas dan kewenangan lain berdasarkan Undang-undang.

7.     Komisi Yudisial (KY)

Setelah perubahan UUD 1945 bahwa kedudukan Komisi Yudisial di lapangan yudikatif (kekusaan kehakirnan) sederajat/sama dengan kedudukan MA dan MK dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Apalagi dengan mencermati wewenang atributifhya untuk mengusulkan dan melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim, maka kedudukan yang sederajat sebagai lembaga negara itu, menemukan justifiksinya berdaswkan logika hukurn (legal reasoning) yang digunakan untuk menganalisis/menginterpretasikannya.

Sebab, jika kedudukannya lebih rendah daripada MA dan MK dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, maka sudah barang tentu Komisi Yudisial tidak dapat diberikan wewenang untuk mengusulkan pengangkatan hakim dan juga melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim. menurut penulis, Komisi Yudisial sebagai lembaga negara berada di ranah kekuasaan kehakiman seperti dalam bagan di atas, akan tetapi Komisi Yudisial bukan pelaksana lembaga peradilan, seperti halnya Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, melainkan lembaga pelaksana code of ethics bagi hakim.

Perubahan yang nampak dalam sistem kekuasaan kehakiman berdasarkan UUD 1945 Setelah Perubahan adalah bahwa kekuasaan kehakiman tidak lagi dimonopoli oleh lembaga negara yang tunggal, yaitu Mahkamah Agung, akan tetapi di samping Mahkamah Agung ada sebuah lembaga lain yakni Mahkamah Konstitusi yang juga memiliki wewenang dilapangan kekuasaan kehakiman (yudikatif). Di luar Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, ternyata berdasarkan Pasal 24B UUD 1945 juga diatur tentang sebuah Komisi yang mandiri, yang disebut dengin Komisi Yudisial.

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dapat diketahui bahwa ternyata Komisi Yudisial ini adalah lembaga negara. Kedudukannya sebagai sebuah lembaga negara bersifat mandiri, dan dalam pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya.

Posisi konstitusional KY dalam UUD 1945 hasil perubahan memiliki legalitas yang sama kuat dengan lembaga-lembaga negara dalam rumpun sistem peradilan. Hal tersebut didasarkan pada tiga argumentasi sebagai berikut: Pertama, legalitas KY didasarkan pada atribut yang intrinsik sebagai lembaga negara dalam suatu rumpun peradilan. Posisi kekuatan berimbang antara KY, MA, dan MK dibuktikan oleh peletakannya dalam UUD 1945 Bab IX yaitu Kekuasaan Kehakiman yang diatur dalam Pasal 24, 24 A, 24 B, dan ayat 24 C.3 Meski penyelenggara kehakiman dilakukan oleh MA dan MK, secara implisit keberadaan KY terpayung oleh Pasal 24 ayat (3) yang berbunyi, “Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.”

Kedua, kekuatan konstitusional KY didasarkan pada fakta bahwa ketiga lembaga negara yaitu MA, KY, dan MK berada dalam struktur normatif yang sederajat. Posisi MA diatur dalam Pasal 24 A yang terdiri dari lima ayat. KY diatur dalam Pasal 24 B terdiri dari empat ayat. Sedangkan MK dalam Pasal 24 C yang terdiri dari enam ayat.

Ketiga, kekuatan berimbang antara KY, MA, MK juga didasarkan pada asal-usul semangat zaman pembentukan struktur norma. KY dan MK tidak pernah lahir, kecuali setelah amandemen UUD 1945. Sejak perubahan fase ketiga pada 2001 dengan mengubah dan menambah Pasal 24. Tambahan dalam Pasal 24 menjadi tiga pasal yaitu Pasal 24 A mengenai MA, Pasal 24B mengenai KY, dan Pasal 24 C mengenai MK.

Kehadiran KY diakui sebagai upaya menciptakan fungsi check and balance dalam sistem pengawasan di peradilan. Kehadiran KY sangat diharapkan karena masyarakat kehilangan kepercayaan pada institusi peradilan. peran pengawasan internal yang dilakukan MA tidak efektif, karena kerap digunakan sebagai upaya melindungi oknum yang berbuat salah atas nama semangat korps.

Eksistensi konstitusional KY tetap utuh sebagaimana diatur dalam Pasal 24B UUD 1945: 1) Komisi Yudisial bersifat mandiri, yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim; 2)Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela; 3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; 4) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur

8.     Badan Pengawas Keuangan (BPK)

Kedudukan BPK dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia jika dilihat dari kewenangan yang diberikan langsung oleh UUD NRI 1945 maka lembaga negara ini tergolong sebagai Lembaga Negara Yang Kewenangannya. Diberikan oleh UUD NRI 1945 (constitutionally entrusted power). Ditinjau dari kedudukan BPK sebagai main state organ dalam arti merupakan lembaga negara yang bersifat bebas dan mandiri, maka seyogyanya hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD karena akan menimbulkan conlict of interest. Letak konflik tersebut akan muncul jika yang diperiksa adalah DPR, DPD, dan DPRD sendiri. Apapun hasil pemeriksaan oleh BPK, penindakannya tergantung kepada DPR. Sehingga berkaitan ini sangat dibutuhkan suatu mekanisme yang efektif agar hasil pemeriksaan dari BPK tentang keuangan negara tidak sia-sia dan tepat sasaran.

Dalam kedudukannya yang semakin kuat dan kewenangannya yang semakin besar, fungsi BPK secara mendasar terdiri dari 3:

a.      Fungsi operatif berupa pemeriksaan, pengawasan, dan penyelidikan atas penguasaan, pengurusan dan pengelolaan kekayaan Negara.

b.     Fungsi yudikatif berupa kewenangan menuntut perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi terhadap bendaharawan dan pegawai negeri bukan bendahara yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya sehingga merugikan keuangan negara.

c.      Fungsi Advisory yaitu memberikan pertimbangan kepada pemerintah mengenai pengurusan dan pengelolaan keuangan Negara.

Comments

Popular posts from this blog

KONSEP TRIAS POLITIKA

Konsep Trias Politica , berasal dari bahasa Yunani yang artinya Politik Tiga Serangkai. Menurut Montesquieu, ajaran Trias Politica dikatakan bahwa dalam tiap pemerintahan negara harus ada 3 (tiga) jenis kekuasaan yang tidak dapat dipegang oleh satu tangan saja, melainkan harus masing- masing kekuasaan itu terpisah. Pada pokoknya ajaran Trias Politica isinya tiap pemerintahan negara harus ada 3 (tiga) jenis kekuasaan yaitu Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif, sebagai berikut: a) Kekuasaan Legislatif (Legislative Power) Kekuasaan Legislatif (Legislative Power) adalah kekuasaan membuat undang-undang. Kekuasaan untuk membuat undang-undang harus terletah dalam suatu badan khusus untuk itu. Jika penyusunan undang-undang tidak diletakkan pada suatu badan tertentu , maka akan mungkin tiap golongan atau tiap orang mengadakan undang-undang untuk kepentingannya sendiri. Suatu  negara yang menamakan diri sebagai negara demokrasi yang peraturan perundangan harus berdasarkan kedaulatan rakyat, m...

Analisis APBD Kota Jambi TA 2019-2020

  UJIAN TENGAH SEMESTER PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS JAMBI TAHUN 2021 Nama : Rizqa Amartia NIM : H1A120069 Dosen Pengampu : Alva Beriansyah, S.IP., M.IP. ANALISIS ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA JAMBI TA 2019 Dalam ringkasan yang terdapat pada tabel di atas (2019) , Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Jambi pada tahun 2019 adalah sebesar Rp 1,660 T, dan angka tersebut meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya Rp 1,627 T.  Pendapatan nya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kota Jambi tersebut bersumber dari pendapatan asli daerah (PAD) Rp 364,14 M, dana perimbangan Rp 1,134 T. Dimana dana perimbangan menurun dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp 1,143 T atau menurun 0,77 persen. Kemudian pendapatan lain-lain yang sah Rp 5,67 M. Sementara untuk belanja daerah pada Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2019 direncanakan sebesar Rp 1,710 T.  Dari dua poin tadi, antara belanja dan pendapatan daerah sayangnya ter...

ILMU POLITIK

 WHAT’S IN YOUR MIND WHEN YOU HEAR ABOUT ‘POLITIC’ ? Assalamu’alaikum wr. wb Apa yang ada dibenak anda ketika mendengar ‘politik?‘ Saya Rizqa Amartia, Prodi Ilmu pemerintahan ingin menjawab soal mata kuliah Ilmu politik yang telah diberikan oleh dosen. Baik, disini saya akan menjelaskan dengan pendapat saya sendiri mengenai politik dan apa yang ada di benak saya ketika mendengar kata ‘politik’ Politik adalah perebutan kekuasaan, pembagian kekuasaan, wewenang, atau kedudukan seseorang yang biasanya lebih tinggi. Politik biasanya meraih kekuasaan untuk mencapai tujuan tertentu atau proses untuk pembuatan keputusan  dalam negara. Contoh: Pemilihan presiden dan wakil presiden. Politik itu keras. Itu yang kedua ada di benak saya, mengapa demikian? Karena di dalam politik sering kali saya baca dan saya dengar di berbagai sumber berita bahwa ada partai yang saling menyerang dan frontal seolah lawannya harus di lengserkan dan dibinasakan. Istilah seperti itulah yang saya bilang keras....